Hari ini salah satu hari yang spesial dalam hidup saya, Amelya, dan Fitri. Bukan hanya karena launching buku biografi pertama yang saya tulis, tentang Eyang BJ Habibie yang kami sangat sayangi, buku ini juga terbitan pertama PlotPoint setelah kami mengalihkan fokus dari penerbitan buku menjadi pengembang naskah.
Oke, lebih tepatnya, saat itu kami bangkrut dan ada dua pilihan. Pertama, tutup. Kedua, menyelamatkan perusahaan dengan cara menerbitkan banyak buku yang tak sesuai dengan prinsip kami. Kami memilih yang pertama dan itu merupakan salah satu keputusan terberat yang pernah kami ambil. Kami merasa mengecewakan banyak orang: pegawai, penulis, rekan bisnis, dll.
Tapi kami masih penasaran sama dunia buku ini. Kami cinta buku/konten bagus yang bisa dinikmati banyak orang. Kami tergila-gila pada desain cover buku yang bagus. Kami memutuskan lanjut dengan cara yang berbeda. Minimal kalau jatuh ya coba lagi. Memang klasik banget semangatnya: kalau cinta ya usaha, kalau tak gagal ya tak belajar.
Buku ini bagai (dan semoga) “Jaws” untuk Steven Spielberg 😉 Adaaaa aja cobaannya. Drama banget lah. Tak hanya di satu titik saja saya dan Amelya frustasi, untungnya ada Fitri yang selalu bisa menenangkan. Buku ini yang selalu mengingatkan lagi kalau akhirnya yang selalu ada, ya, keluarga dan para sahabat kami. Orang-orang yang percaya sama kami. Mereka yang bisa kami mintai tolong dan selalu bantu semaksimalnya. Kepada mereka kami berterimakasih. Kepada mereka buku ini kami persembahkan.
Love,
Ame, Fitri, & Gina – with Patra, De Yayu, bagus, anggia kharisma, Angga Sasongko, Arief, Diva, Hafidzha, Riesna, Halluna, teguh, Prasajadi, ika, Armadina, Hanung, Rino, Fitria, Diela, Veronica, Ditta Sekar, Faozanrizal, Sigit, Inga, Christie, @ameoktavia, and @salmanaristo
View on Path
Thank you for your great job in writing RUDY, but please do correction and or addition as follows.
a. Hal-148 = ada inkonsistensi (yg bikin bingung). Sri lahir 8-Okt-1939…..dan di bawahnya ada kalimat “Sri masih berumur DELAPAN Tahun ketika ayahnya meninggal pada Tahun-1950…Kalau lahir 1939 dan ayahnya meninggal 1950 tentu bukan DELAPAN Tahun alibinya ?
b. Hal-141 = akan lebih unik lagi jika kalimat yg menggambarkan kedekatan Rudy dgn Ilona dgn kata2 : “…RUDY yg ahli peSawat dgn Ilnona yg calon peRawat…..dan RUDY menemu pendamping hidupnya ketika Ainun jadi PERAWAT…
c. Hal-196 ada kalimat.” Dalam Manipol (MANIVESTASI …bla-bla-bla…..yg benar adalah MANIFESTO….bukan begitu mas ArisTO ?)
d. Hal-159 = untuk lebih merasuk ke emosi “air-mata” haru pembaca, maka perlu ditambahkan kalimat2 kerinduan nasionailtis paska kalimat…..RUDY dan para mahasiswa tak mampu menahan tangis kerinduan mereka (pada saat menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya)…..mungkin tambahannya….tangis karena ingat masa-kecil di desa di saat perayaan 17-Agustusan dgn berbagai lomba tradisional, rindu kampung dan kerabat yg ditinggalkannya, terngiang suasana tanah kelahirannya dan sawah-ladang menguning dan anak gembala dgn riungan suling lagu2 rakyat, dll
Thjank you (great job anyway…this BIG history is “film-able” dgn “punch-;ine” ketika materi desertasi S3 dirampas-paksa tentara dan RUDY terduduk kesendirian dengan sesenggukan padahal dia orang tegar dan “keras kepala”
terima kasih untuk masukannya 🙂
Hai, Kak Gina, saya pembaca Rudy, saya sangat menikmati saat membaca buku Rudy ini, Apakah nantinya ini akan dibuat film ? Dan apakah ada casting atau hanya ingin bergabung menjadi pemain figuran dalam film ini ?
Hello Gina,
Pertama-tama salam kena duu, saya Jack Halim. Saya adalah keponakan dari Liem Keng Kie (nama yang benar adalah Liem Keng Kie bukan Lim Keng Kie seperti yang tertulis di dalam buku Rudy). Ayah saya bernama Liem Keng Boe, kakak kandung dari Liem Keng Kie. Liem Keng Kie adalah anak ke 7 (anak bungsu), ayah saya adalah adalah anak ke 3. Ayah mereka (jadi kakek saya bernama Liem Swie Ho), ia seorang pedagang (merchant) dan oleh pemerintaan Belanda saat itu ditunjuk sebagai District Officer di desa Kadugede, district Kuningan, Karisedenan Cirebon.
Saya ada sedikit koreksi yaitu dalam buku Rudy di halaman 131 tertulis “Ayah Keng Kie sempat menjadi bawahan almarhum Papi Rudy”. Atas dasar keterangan tertulis dari Oom Keng Kie (demikian saya memanggil beliau) saat beliau masih hidup (Oom Keng Kie meninggal tanggal 2 Mei 2011 di Utah USA) yang berteman dengan Papi Rudy adalah kakaknya yaitu Liem Keng Boe (Papi saya). Papi saya memang belajar pertanian di Sukabumi dan pada sekitar tahun 1942 pada masa pendudukan Jepang Papi saya ditugaskan ke Sulawesi Selatan (dahulu disebut South Celebes). Tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil pertanian (baca :pangan) karena saat itu memang dalam kondisi perang. Di sanalah Papi saya bersahabat dengan Papi Rudy (Almarhum Bapak Alwi Abdul Jalil Habibie). Papi saya diminta untuk menetap di Sulawesi. Kami tidak tahu mengapa Papi saya tidak lama tinggal di Sulawesi, karena pada bulan Agustus 1948 Papi saya kembali ke Jawa dan masuk
Akademi Kepolisian dan setelah kelulusannya pada tahun 1950 ditempatkan di Semarang sebagai Inspektur Polisi.
Demikian sedikit koreksi dari saya semoga dapat bermanfaat. Sebagai informasi tambahan Liem Keng Kie (setelah menetap di USA mengubah namanya menjadi Ken Liem Laheru), anak beliau 3 orang , Joshua, Daniel dan Wenny.
Sukses buat Gina.
Halo… sudah saya balas via email ya. Thanks 🙂