Soal Cinta dan Memori Tubuh

Disclaimer: Sebenarnya gue tak berencana menulis ini. Tapi tweet semalam soal stuck ini bikin beberapa teman yang nanya. Oya, dalam postingan ini gue akan banyak menggunakan kata “cinta”. Segeli-gelinya gue dengan kata itu, rasanya tak ada kata lain yang lebih tepat. “Sayang pertama” rasanya tak setepat “cinta pertama”. So, bear with me people! :p

Soal stuck dengan mantan pacar, gue mungkin bisa jadi salah satu contoh terbaik. Jatuh cinta sama teman lo yang sama-sama geek, di”tembak” dengan disuruh nyari huruf-huruf yang membentuk kalimat sayang di buku (horor!) “Bag of Bones”, cocok banget dalam hal apa saja, pacaran 10 bulan waktu SMA kelas 2, diputusin di Bromo waktu di perjalanan dharma wisata karena gue cemburuan, kemudian masuk ke hubungan pertemanan yang diselingi dengan “jatah mantan” di antaranya.

Ya, gue salah satu contoh yang terbaik. Untuk gue, waktu stuck dulu, dia “blue print” cowok yang gue mau. Untuk melupakan dia, gue pacaran dengan sporadis, terobsesi dengan cowok Scorpio, bertahun-tahun setengah mati menahan untuk mengontak dia yang nomernya selalu gue ingat, dia sering muncul dalam mimpi dan gue membuat satu film (bersama sahabat gue yang stuck juga dengan mantan pacarnya) berjudul: “Foto, Kotak dan Jendela”.

Kemudian, beberapa minggu lalu, dia bilang kalau dia akan menikah. Menikah dengan pacarnya setelah gue. Hehe.

Gue ikut senang. Stuck gue sudah lewat, dan, bagaimanapun kompleksnya hubungan kami, dia adalah sahabat yang selalu bisa diandalkan. Sahabat akan senang kalau sahabatnya senang kan? Dan dari kabar itu muncul satu pertanyaan: Kenapa gue bisa stuck sama dia? Apa yang membuat kenangan bersama seseorang bisa menguasai selama bertahun-tahun?

***

Pertanyaan gue terjawab kemarin sore. Gue sedang meeting development cerita dengan dengan seorang sahabat sekaligus editor dan entah mengapa pembicaraan kami sampai di pertanyaan yang sama.

Sahabat gue ini kemudian mengutip dialog film “Vanilla Sky”:

“Don’t you know that when you sleep with someone, your body makes a promise whether you do or not.”

Kurang lebih jika dihubungkan dengan pertanyaan ini adalah: stuck bukan masalah hati, tapi tentang tubuh kita yang mengingat.

Biologis banget? Memang. Hey, jangankan tubuh. Penelitian Universitas Sidney membuktikan sel jamur physarum polycephalum yang berbentuk lendir, punya memori spasial. Itu lendir, dan kita pacaran enggak cuma dengan lendir saja dong? :p

Gue langsung ingat kalau gue pernah sekilas menulis soal cinta dan naik sepeda. Bagi gue, jatuh cinta itu skill hidup. Percaya dan peduli orang lain dengan tulus itu adalah skill hidup. Sekali bisa jatuh cinta, seperti sekali kita bisa naik sepeda, otak keseimbangan kita tak akan lupa.

Dalam kasus stuck ini, pacaran pertama tak berarti cinta pertama. Cinta pertama adalah di saat tubuh dan emosi kita siap. Kita benar-benar merasakan manisnya. Kita benar-benar merasakan pahitnya. Kita tak akan ingat detil kita belajar naik sepeda, atau belajar baca, tapi kita akan ingat moment di saat kita benar-benar bisa.

Bagi kasus gue, gue tak ingat dua pacar sebelum dia karena itu adalah saat gue belajar. Tapi gue ingat terus saat gue pacaran dengan dia. Itu mengapa tubuh gue mengingat dia terus.

***

Tapi, untungnya, tubuh juga tumbuh.

Tubuh terluka, tubuh menyembuhkan. Tubuh mencari, tubuh menemukan. Dan untungnya keberanian (ehm, atau kenekatan) gue untuk jatuh cinta tak secemen keberanian gue untuk naik sepeda yang lebih tinggi. Pada akhir segala drama stuck itu, gue bisa menarik napas lega dan merasa baik-baik saja.

Now, I’ve found my “home”… and I hope he, my first love, will too.

Congrats for the engagement! : )

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s